Cerita Rakyat Jeneponto - Kilas Balik Bungung Salapang (Sumur Sembilan) di Bontorappo Kecamatan Tarowang

 

“Bungung Salapang (Sumur Sembilan)”
Oleh: Aprilia Dwi Yustika
Sumber informasi: Penduduk tua di desa Bontorappo 

Pada zaman dahulu, di sebuah desa tepatnya di desa Bontorappo, kecamatan Tarowang, kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Tinggallah seorang raja bernama Karaeng Topano. Suatu ketika Karaeng Topano sedang pergi berburuh di hutan bersama para pengawal dan beberapa ekor anjingnya. Tak lama perjalanan, mereka pun tiba di depan hutan, Karaeng Topano dan para pengawalnya pun berhenti sejenak untuk beristirahat. Sementara itu, anjing-anjing milik Karaeng Topano sangat haus, hingga langsung masuk ke dalam hutan untuk mencari air.

Selang beberapa waktu, Karaeng Topano tampak keheranan melihat dari kejauhan anjingnya meminum air di dalam hutan, dengan rasa heran tersebut ia pun mencoba masuk untuk melihat anjing-anjingnya, ternyata anjing-anjing tersebut telah menemukan sembilan mata air yang sangat jernih dan bersih. Lalu Karaeng Topano menyuruh para pengawalnya untuk membentuk sumur setengah lingkaran sebanyak sembilan sumur. “Wahai para pengawal, buatlah sumur setengah lingkaran dari sembilan mata air yang jernih ini!”. Pengawal-pengawalpun berkata: “Baik raja.” Setelah pengawal-pengawal menyelesaikan tugasnya, Karaeng Topano pun menamakan sumur yang telah jadi tersebut tersebut dengan nama bungung salapang (sumur sembilan).

Karaeng Topano bersama para pengawal dan beberapa ekor anjingnya pun kembali ke desa. Sesampainya di desa, Karaeng Topano mengumumkan kepada seluruh penduduk desa. “Wahai penduduk desa, aku bersama para pengawal dan anjing-anjingku telah menemukan mata air jernih dan bersih di dalam hutan. Jika kalian ingin melihatnya datanglah ke hutan itu, maka kalian akan melihat ada sembilan mata air yang telah kujadikan sumur dan kunamakan bungung salapang.” Para penduduk desa pun percaya, dan mulai mendatangi bungung salapang tersebut.

Beriring waktu berjalan, Karaeng Topano kini telah ketergantungan menggunakan air dari bungung salapang untuk berbagai keperluannya, lalu ia pun mulai mencari tahu asal-usul sumber air jernih tersebut. Hingga akhirnya Karaeng Topano menyadari bahwa sembilan mata air jernih tersebut, dapat sangat bersih dan jernih karena dikelilingi oleh kayu-kayu besar. Lalu Karaeng Topano pun berinisiatif untuk membawa seekor kuda jantan kesayangannya yang bernama kuda lebang dan 40 ekor kuda betinanya untuk ikut menikmati air dan kayu-kayu di bungung salapang.

Di luar dugaan Karaeng Topano, dalam satu hari di bungung salapang kuda jantannya yang bernama lebang menunjukkan suatu hal yang luar biasa. Kuda ini dapat mengawini 40 ekor kuda betina dalam waktu sehari. Karaeng Topano menjadi semakin takjub akan keberadaan bungung salapang itu, hingga dengan penuh penasaran Karaeng Topano mengikuti aktivitas kudanya di hari kedua mendatangi bungung salapang. Tak disangka ia melihat kudanya memakan kayu-kayu besar disekitar sumur tersebut. Hingga Karaeng Topano pun menyimpulkan bahwa kayu-kayu besar tersebut memiliki khasiat yang baik dan sejak saat itulah kayu-kayu besar yang mengerumuni bungung salapang itu dinamakan kayu lebang sama seperti nama kuda kesayangan Karaeng Topano.

Lalu, Karaeng Topano pun kembali mengumumkan berita kayu-kayu lebang kepada penduduk desa. “Wahai penduduk desa aku telah menemukan satu hal yang luar biasa lagi di bungung salapang itu, terdapat kayu-kayu lebang yang dapat kita gunakan untuk hal kebaikan dan khasiatnya telah terbukti pada kuda-kudaku.” Hingga penduduk desa pun percaya dan mulai menggunakan kayu-kayu lebang dan air bungung salapang sebagai sesuatu yang dapat membawa khasiat.

Komentar

Postingan Populer