Cerpen 2019 - Titik Balik Covid-19


Assalamu’alaikum everyone?

Balik lagi, balik lagiiii.
Kenalin aku, Aeprilll. Ini adalah kisahku dibalik pandemi Covid-19. Yuk dibaca, kalau luang dan riang hehee.:)

Hari kian hari berlalu, saat itu tepat akhir tahun 2019. Di saat aku masih menikmati hari libur semester ganjil, terdengar angin buruk menerpa. Datangnya berita duka dari negara China di kota Wuhan. Virus corona atau Covid-19 menjangkiti warga di sana, hingga banyak yang wafat dibuatnya. "Virus baru yang amat kecil tapi ukurannya tak sesuai perbuatannya ini amatlah nakal, hufft" celotehku dalam benak.

Setelah menonton, mendengar, dan membaca informasi tentang munculnya virus Covid-19 ini. Aku juga sudah merasa tidak tenang, sebab waktu itu sudah terlintas dibenakku akan kemungkinan terbesar masuknya Covid-19 ini ke Indonesia._Huhuuu

Hingga hari demi hari berlalu masuklah di tahun 2020, aktivitas perkuliahanku sudah mulai kembali. Masa liburku telah usai dan kini aku menjalankan rutinitasku seperti biasa sebagai mahasiswa. 

Awal perkuliahan berjalan begitu aman dan damai seperti biasanya, sangat menyenangkan. Namun, ketika memasuki bulan Maret terkuak adanya WNI yang tinggal di Cirebon telah positif terjangkit Covid-19. Saat itu, aku panik dan mulai ada perasaan khawatir. Tetapi dunia perkuliahan dan wilayah keberadaanku masih tetap aman-aman saja, akupun tetap berusaha slay enjoy. Namun, seiring berjalannya waktu kini virus jahat bernama corona itu tiba dan menyebar amat cepat di wilayahku, duniaku, negaraku Indonesia.

Saat pandemi covid-19 tiba dan menyebar, kini duniaku tidaklah senyaman hari kemarin. Bukan hanya duniaku, tapi dunia banyak orang. Dunia telah dicekam oleh virus tak kasat mata bernama Covid-19 yang lazim disebut corona. Virus nakal itu telah berhasil mengubah "wajah" dunia. Semua orang diminta berdiam diri di rumah dan menjaga jarak. Tinggalkan hiruk pikuk. Hindari kerumunan, dan diingatkan selalu rajin mencuci tangan.

Munculnya Covid-19 di negaraku mengakibatkan aku tak bisa menjalankan hari perkuliahan seperti biasanya lagi. Sebab, kini semua aktivitas pendidikan dialihkan ke dunia online. Mirisnya aku adalah anak desa yang berkuliah di kota. Tentu saja rumahku jauh dari kota, sebab itu aku harus ngekost sendirian di dekat kampus. 

Lantas, setelah mendapatkan kabar pengalihan perkuliahan offline ke online dengan sigap aku pulang kembali ke desaku, sebelum keadaan kian memburuk.

Setibanya aku di rumah di desaku tercinta, ada hal yang sedikit berbeda. Aku yang biasanya pulang disambut hangat dengan pelukan mama. Saat itu tidak disambut pelukan, malah langsung disuruh cepet-cepet mandi dan bersihin semua pakaianku. Kata mama "Kalau dari luar apalagi dari kota, harus bersih-bersih dulu. Takutnya nanti ada bawa virus corona, gimana?." Mendengar ucapan mama tersebut, aku langsung aja mandi, padahal aku capek banget habis perjalanan jauh, hmm. Tapi tak apa, mamaku benar kita harus bersih supaya virus tak menjangkiti.

Malam harinya, saat aku sedang menikmati rasanya kembali berkumpul bersama keluarga. Aku mendapatkan sebuah pesan WA yang diteruskan oleh salah satu dosen favoritku dari grup perkuliahanku. Tapi, itu bukan pesan tentang materi perkuliahan melainkan pesan gejala-gejala yang dialami orang terjangkit virus Covid-19, gejala hari demi harinya. 

Aku mulai membaca pesan tersebut dengan penuh keseriusan. Lalu sekejap aku terdiam merasa khawatir dan panik, sebab setelah membaca pesan itu reaksi tubuhku menunjukkan salah satu gejalanya. Gangguan pernafasan, tiba-tiba pernafasanku terasa berat dan merasakan gejala influenza. 

Influenza, lazimnya sangat mirip dengan gejala Covid-19 yang telah kubaca. Keluargaku juga tahu gejala-gejala orang yang terinveksi corona, itulah sebabnya kakak perempuanku malah langsung memvonisku. "Kamu kayaknya terinveksi corona deh. Kamu harus jaga jarak sama keluarga dan wajib pakai masker. Besok kamu juga harus periksa ke puskesmas." Ujar kakak perempuanku. 

Aku terdiam dan langsung lari masuk ke kamarku, sedih banget rasanya dituduh corona sama kakak sendiri. Ditambah lagi aku khawatir jika benar aku terinveksi bagaimana.??

Esok pagi yang cerah, aku masih merenungi nasibku. Aku benar-benar ketakutan dan tidak mau mengikuti perkataan kakakku untuk periksa ke dokter. Aku hanya mengurung diri di kamar, lalu mengobati diriku sendiri dengan banyak minum air hangat, jeruk nipis, dan madu. Namun, di hari yang sama itu nampaknya belum menunjukkan adanya perubahan pada gangguan pernafasanku. 

Aku lalu menghibur diriku dengan bermain gawai melihat story teman-teman WhatsApp ku, namun bukannya terhibur aku malah merasa semakin takut untuk datang ke puskesmas. Pasalnya, banyak story-story WhatsApp itu yang menunjukkan informasi bahayanya Covid-19.

Aku menghentikan permainan gawaiku, lalu beranjak salat curhat kepada kekasihku Allah. Sebab aku tak tahu kepada siapa aku harus bercerita tentang ketakutanku selain kepadaNya. Aku meluapkan apa yang kurasakan itu di dalam sujudku, sedihnya hatiku, rapuhnya jiwaku, dan pupusnya semangat hidupku. Itu sudah terlintas merapuhi kejiwaanku, bagaimana lagi ketakutanku tentang gejala yang ku alami itu hanyalah semata-mata karena aku tidak mau dihindari dan ditakuti orang-orang, apalagi keluargaku, orang yang paling kucintai.

Esok hari, tepatnya hari Jum'at ada lagi yang menambah ketakutanku. Hari Jum'at yang biasanya menenangkan dengan mendengarkan khutbah masjid sampai selesai, malah menakutiku. Sebab di masjid mengumumkan adanya masyarakat yang diduga terjangkit Covid-19. Namanya adalah Safar dan Runi sepasang suami istri, mereka diduga terjangkit Covid-19 karena mereka telah mendatangi pemakaman orang yang terinveksi Covid-19. Setelah pengumuman itu, mereka lalu dijauhi dan ditakuti oleh orang-orang di kampung malah sudah dicap terinveksi Covid-19. Padahal, posisi mereka kala itu belum positif, hanya dugaan dan merekapun kini menjadi ODP.

Melihat kejadian nyata di depan mataku itu, malah membuatku semakin cemas tentang kondisi kesehatanku. Aku tidak mau periksa ke dokter, aku benar-benar takut kalau aku harus diperiksa dan dokter mengatakan jika aku positif Covid-19. Aku merasa tidak sanggup merasakan dijauhi, ditakuti, dan dianggap amat hina oleh masyarakat di desaku. 

Rasanya saat itu aku berpikir hinanya orang yang diduga terinveksi Covid-19 seperti yang Pak Safar dan istrinya rasakan itu lebih menghinakan di mata masyarakat dibandingkan perbuatan haram seperti berzina. Miris, itu amatlah menyedihkan.

Tak cukup sampai di situ, simpang siur permasalahan kasus Covid-19 makin meluap. Saat aku menonton televisi ada tayangan tentang seorang mayat wanita yang terinveksi Covid-19 yang tidak boleh dibawa kembali pulang ke rumahnya, tidak boleh dimandikan dan tidak boleh disalatkan. Hufft, sangatlah menyedihkan, aku benar-benar tidak bisa membayangkan berada di posisi seperti itu. Aku menjadi kian ketakutan, hingga akhirnya aku berhenti menonton televisi, aku membisukan semua story di WhatsAppku.

Aku lalu menonton video motivasi, tips agar sehat dan hal-hal positif lainnya. Setelah melakukan hal positif dan berpikir positif, aku mulai merasa gangguan pernafasanku mulai hilang. Aku lalu berani mengambil kesimpulan, menakut-nakuti orang atau menakut-nakuti diri saat terjadi pandemi virus corona seperti ini bukanlah hal yang bagus dilakukan. Sebab, itu hanya akan membuat orang yang merasakan gejala ataupun orang yang sudah terinveksi merasa kian ketakutan dan ketakutan itu malah membuat kejiwaannya kian memburuk, sehingga imunitas tubuhnya menurun dan justru itulah yang menggangu kesehatan dan malah akan mempermudah masuknya virus.

Huhuuu, manusia-manusia!
Mari berpikir positif:)
Link gambar - https://m.thanhnien.vn/moi-nguoi-co-nguy-co-tai-nhiem-covid-19-bao-nhieu-lan-post1487725.amp.



Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer