Tips Menjaga Ketenangan Hati

1. Jangan Sibuk Dengan Penilaian Orang.

Sibuk dengan penilaian orang lain, biasanya membuat kita bersikap pura-pura karena kita ingin mendapat sanjungan, pujian, perlakuan spesial. Tidak ada gunanya kita mengejar penilaian orang lain karena sesungguhnya kita tidak pernah memiliki apa-apa. Demikian halnya kita tidak perlu repot ketika menghadapi sikap orang lain yang menghina dan menjelek-jelekkan kita.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam mengajarkan bahwa orang yang kuat itu bukanlah orang yang jago bergulat, melainkan orang yang mampu mengendalikan gejolak amarahnya. Sebagai manusia, kita memiliki potensi amarah ketika mendapat hinaan dan cacian. Bila amarah kita terpancing kemudian kita ekspresikan dalam bentuk balasan makian, maka ketika itulah syaitan telah menguasai diri kita. Sikap seperti ini adalah indikasi bahwa kita sangat dipengaruhi oleh penilaian orang lain.

Teladanilah bagaimana sikap Rasulullah saat menghadapi hinaan dari penduduk Thaif. Kala itu beliau dilempari batu oleh mereka sembari dimaki dan dihina. Peristiwa ini diabadikan di dalam Al Quran, tepatnya di dalam surat Al A'raf ayat 66.

Akibat dari perlakukan buruk itu, Rasulullah pun terluka. Namun, beliau tidak marah apalagi membalas hinaan mereka. Beliau justru menangisi sikap mereka di suatu tempat sambil berdoa kepada Allah Subhanahu wata'ala. Ketika itu, malaikat Jibril Alaihissalam menawarkan untuk menimpakan dua gunung kepada penduduk Thaif yang telah berbuat dzalim kepada beliau. Namun dengan air mata berlinang, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkata, "Jangan! Mereka melakukan hal ini hanya karena tidak tahu siapa sesungguhnya aku. Mudah-mudahan di hari nanti anak-cucu mereka menerima da'wahku."

2. Hindari obrolan yang tidak perlu.

Satu langkah praktis yang bisa kita lakukan untuk menjaga kebersihan hati adalah dengan mengurangi dan menghindari obrolan-obrolan yang tidak perlu. Sesungguhnya ngobrol itu tidaklah gampang karena selalu ada celah untuk kita pamer diri, sombong, ingin dipuji.

Menjaga diri untuk hemat dalam berbicara atau ngobrol bukan berarti kita harus bermuka judes dan nampak menyebalkan. Teladanilah bagaimana Rasulullah ngobrol dengan sahabat-sahabatnya. Rasulullah bukan orang yang banyak bicara. Namun hebatnya, setiap orang yang selesai bertemu dengan Rasulullah pasti pulang dengan perasaan yang sama, yaitu perasaan menjadi orang yang paling penting dan paling utama di hadapan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.

Kenapa begitu? Ketika sedang berbicara dengan seseorang, Rasulullah selalu memusatkan perhatiannya pada orang yang sedang berbicara dengannya. Ini adalah seni berbicara yang terbaik. Jika seseorang berbicara kepada Nabi akan mengarahkan perhatian, pandangan, dan pendengarannya kepadanya dengan hati-hati.

Sedangkan kita, tidak jarang kita menghadapi lawan bicara dengan mengarahkan pandangan ke arah lain, atau perhatian sibuk kepada layar handphone. Sering juga kita melayani lawan bicara sambil perhatian fokus ke televisi atau ke koran. Inilah kelakuan kita.

Biasakanlah diri untuk hanya mengatakan ucapan-ucapan bermanfaat. Ini adalah bagian dari akhlak Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wata'ala.
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا 
Yaaa ayyuhallaziina aamanuttaqulloha wa quuluu qoulang sadiidaa.

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar,"
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 70)

3. Mujahadah.

Diperlukan mujahadah atau kesungguhan dalam menjaga hati agar senantiasa bersih. Memang tidak mudah untuk selalu mawas diri menghindari bisikan-bisikan syaitan yang bisa meninggalkan noda di hati kita.

Hal yang sederhana misalnya ketika melihat seseorang bertubuh tambun, tiba-tiba kita iseng bertanya pada diri sendiri tentang ukuran celananya dengan unsur ejekan. Ini adalah contoh kecil namun jika kita menganggapnya sebagai hal yang biasa maka akan menjadi kebiasaan dan tak terasa semakin mengotori hati kita.

Latihlah dengan sungguh-sungguh diri kita untuk melihat setiap peristiwa dengan kacamata positif sehingga tidak hadir pikiran-pikiran buruk setiap kali melihat suatu kejadian. Jangan sampai kita terbiasa berpikiran miring setiap melihat suatu peristiwa sehingga mengotori hati kita. Karena siapa lagi yang akan menjaga hati kita jika bukan kita sendiri.

Contoh lain adalah ketika shalat berjamaah. Sang imam dikaruniai kemampuan hafalan 30 juz Al Quran. Bacaannya pun sangat merdu, lengkap dengan tajwid dan pelafalan yang tepat. Bagi orang-orang yang sudah bisa menikmati Al Quran, bacaan sang imam meski panjang, tetap bisa diikuti dengan penuh khidmat dan penghayatan. Namun, bagi orang yang belum bisa menikmatinya, maka akan mengerutu di dalam hati karena kesal pada bacaan sang imam yang panjang. Ini bisa mengotori hati. Semestinya meskipun kita belum mengerti apa yang dibacakan, upayakanlah untuk menyimaknya karena pasti ada hikmahnya. Tidak mudah menjaga kebersihan hati, oleh karenanya perlu perjuangan yang sungguh-sungguh.

Saudaraku, akan banyak kejadian yang kita alami atau kita saksikan dalam keseharian kita. Kunci untuk bisa menghadapinya dengan baik adalah bayangkan kita saat menjaga kebersihan pakaian. Ketika pakaian kita bersih, kita akan berhati-hati ketika makan, kita tidak akan duduk atau bersandar di sembarang tempat yang kotor. Maka demikian juga dengan hati. Kebersihan hati teramat penting untuk kita jaga karena bersih atau tidaknya akan berpengaruh besar kepada diri kita secara keseluruhan.

4. Bersikap Wara'.

Wara' adalah sikap berhati-hati terhadap urusan duniawi. Orang yang bersikap wara' akan memilih untuk meninggalkan hal-hal yang syubhat atau samar-samar hukumnya. Di antara ciri-ciri dasar orang-orang yang bersikap wara' adalah kehati-hatian mereka yang luar biasa untuk tidak mendekati sesuatu yang syubhat yang bisa menyeret dirinya pada hal yang haram.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya yang halal dan yang haram itu jelas. Dan di antara keduanya banyak hal-hal syubhat yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menjaga diri dari hal-hal yang syubhat maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya." (HR. Bukhari).

Kita sangat dianjurkan untuk menghindari dan menjauhi segala hal yang syubhat atau hukumnya masih samar. Karena perbuatan syubhat selalu condong menyeret pelakunya kepada hal-hal haram. Ketika seseorang terjerumus ke dalam jurang, biasanya itu karena ia berdiri mendekati bibir jurang. Perkara syubhat digambarkan sebagai bibir atau tepian jurang. Manakala manusia mendekatinya, maka ia akan mudah terjerumus untuk melakukan hal yang diharamkan.

Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam menyikapi harta kekayaan yang sumbernya tidak jelas. Berhati-hatilah membicarakan hal-hal yang kebenarannya masih samar. Itu semua tergolong kepada syubhat.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam adalah orang yang paling Wara, disusul kemudian oleh para sahabat beliau. Dalam satu kisah yang diriwayatkan oleh imam Bukhari disampaikan bahwa Aisyah Radhiyallahu Anhu pernah bercerita, "Abu Bakar memiliki seorang pembantu yang selalu memberikannya makanan dari pajak. Suatu hari pembantunya datang membawa makanan untuk Abu Bakar dan Abu Bakar pun memakannya. Kemudian pembantunya bercerita kepadanya, "Tahukan anda apakah ini?".

Abu Bakar pun bertanya, "Dari mana- kah asal makanan ini?"

Pembantunya menjawab, "Aku, di masa jahiliyah telah meramal seseorang, padahal diriku bukan peramal yang baik, hanya saja aku telah menipunya, lalu dia memberikan upah bagiku dengan makanan ini, dan makanan yang kamu makan ini adalah bagian darinya," Begitu mendengar cerita pembantunya itu, maka Abu Bakar pun memasukkan tangannya ke dalam mulutnya sehingga dia memuntahkan apa-apa yang ada di dalam perutnya.

Sikap Wara adalah keteladanan dari Rasulullah dan para sahabat beliau. Sikap yang memberikan ketenangan di dalam hati, karena bagaimanapun sikap yang menuruti kepada kebaikan selalu menimbulkan efek rasa tentram di dalam hati. Ini adalah fitrah manusia. Sebagaimana fitrah manusia yang selalu merasa resah manakala melakukan keburukan.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Kebaikan adalah sesuatu yang jiwa merasa tenang dan hati merasa tentram kepadanya, se- dangkan dosa adalah sesuatu yang jiwa tidak merasa tenang dan hati tidak merasa tentram kepadanya, sekalipun orang-orang memberikan berbagai komentar kepadamu." (HR. Muslim).

5. Evaluasi diri.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah." (HR. At Tirmidzi).

Senantiasalah lakukan evaluasi ke dalam hati kita setiap kali selesai melakukan atau mengatakan sesuatu. Tanyakanlah kepada hati kita apakah niat dari perbuatan atau perkataan itu. Adakah unsur riya, sombong, dan takabur di sana. Jika kita semakin terbiasa melakukan evaluasi seperti ini, maka kita akan menjadi refleks mengevaluasi diri tanpa menunggu melakukan atau mengatakan sesuatu dulu. Jika sudah demikian, maka akan semakin terjagalah diri kita dari kekotoran hati.

Biasakanlah bertanya kepada nurani kita, karena nurani selalu berpihak kepada kebaikan. Sedangkan hati seringkali berbolak-balik. Sering-seringlah bertanya kepada nurani kita sehingga lama-kelamaan nurani kita akan menjadi semacam alarm yang segera mengingatkan kita ketika kita hendak melakukan sesuatu dengan niat yang bisa mengotori hati.

Saudaraku, janganlah sampai kita beranggapan bahwa hal-hal kecil yang kita ucapkan dan yang kita lakukan akan ber-lalu begitu saja. Sungguh, setiap ucapan dan perbuatan sesederhana apapun akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah Subhanahu wata'ala. Sebagaimana firman-Nya yang artinya: "Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula." (QS. Al Zalzalah [99]: 7-8).

Apa yang disebut akhlak adalah ketika kita terbiasa melontarkan ucapan atau perbuatan secara refleks. Awalnya ucapan atau perbuatan tersebut adalah hal yang tidak biasa dilakukan, namun karena kebiasaan yang mungkin tidak disengaja, akhirnya menjadi bagian dari perilaku kita. Inilah yang membentuk akhlak. Maka, biasakanah diri melakukan hal-hal yang baik dan mulia sehingga terhindar dari akhlak tercela atau sia-sia.

Teladanilah akhlak Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam niscaya itu akan mengantarkan kita kepada keselamatan. Hisyam bin Amir pernah bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu Anhu tentang akhlak Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam. Kemudian Aisyah menerangkan, "Akhlak Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam adalah Al Quran." (HR. Muslim).

Referensi
Gymnastiar, Abdullah. 2012. Faktor Pengotor Hati dan Kiat Membersihkannya. Bandung: SMS Tauhid.




Komentar

Postingan Populer