Merosotnya Empati Kemanusiaan

Kondisi yang tak terduga.
Suasana hati yang tengah gelisah, istirahat yang berujung resah. Terbangun beberapa kali, melihat begitu banyak pesan dan panggilan telepon orang terkasih.

Sontak, aku bergumam bertanya-tanya. Mengapa ada rasa ketidaknyamanan dalam istirahatku?
Seketika, teringat canda tawa mereka bocah-bocah polos nan tulus. Kucoba melihat video dan gambar yang sempat diabadikan bersama. Wah, ternyata ada kerinduan besar untuk mereka.

Lalu kucoba membuka media sosial, untuk mencoba mencari tahu informasi kabar tentang mereka. Tak terduga, miris sungguh miris. Aku dikejutkan dengan beberapa berita yang amat mencengangkan dan menyebalkan. Informasi dari orangtua dan guru mereka di sekolah.

Mereka semua sedang dalam kekhawatiran, anak-anak tengah menjadi incaran penculikan.:( Hiksss tega sekali.

Bapak guru yang menyebarkan berita surat edaran untuk memperketat penjagaan lingkungan sekolah, menjaga anak-anak dari orang tak dikenal, meningkatkan kecurigaan dengan orang yang nampak aneh. Ini dilakukan sebagai wujud mengamankan anak-anak. Lantas apa tujuan penculikan anak ini? Kupikir cerita macam ini hanya ada di dalam skenario film. Kasian orangtua di kampungku, trauma lama bisa terungkit kembali. Hikss:(

Lalu, informasi update dari salah satu orangtua anak-anak di kampungku pun meriuhkan adanya keributan. Tragedi adanya lemparan batu dari beberapa orang yang tak dikenal yang dicurigai sebagai penculik anak. Wajar saja ini bukan hal yang biasa, atas dasar apa mereka melempar baru ke rumah warga? Atas dasar apa mereka berada di daerah yang bukan kediamannya?

Kacau sekali, di mana empati dan rasa kemanusiaan mereka? Apa salah anak-anak? Mengapa uang memberdayakan mereka? Mengapa empati dan kemanusiaan itu bisa lebur begitu saja karena uang? Sadarlah dunia cuman salah satu fase dari empat fase yang harus kita lalui. Jika dunia kita sudah dibuat kacau, fase selanjutnya tak ada lagi kenikmatan yang diperoleh.


Komentar

Postingan Populer