Ujian Kehidupan - Langkah Naik Kelas🍃

Bismillah.

Makin ke sini, aku semakin sering diperlihatkan dengan keberagaman ujian manusia. Ada yang punya nikmat sehat tapi lalai dalam ibadahnya, ada yang punya nikmat ibadah tapi sakit fisik mencekamnya. Ada yang dimudahkan langkah awalnya, tapi dipersulit pada proses penyelesaiannya. Ada yang terlihat lurus mulus hidupnya, tapi nyatanya memendam banyak sekali duka pada rasanya.

Boleh jadi apa yang kita inginkan tak berbanding lurus dengan apa yang terjadi. Boleh jadi apa yang kita sesali adalah sesuatu hal yang patut untuk disyukuri. Boleh jadi juga apa yang kita jalani adalah dambaan kehidupan orang lain.

Lalu, mengapa diri terus menuntut?
Mungkin karena diri tercipta dengan keresahan. Ya, harusnya kita resah untuk persiapan bekal kembali. Pahamilah wahai diri, kita sedang berada di jalan. Kita adalah seorang musafir. Buat apa membangun rumah megah di jalan sesaat? Bukankah mengumpulkan bekal untuk membangun rumah indah di tempat abadi lebih cemerlang? 

Back to topic.
Ujian beragam yang kusaksikan dan juga tentunya pernah disaksikan oleh kita semua adalah tahapan dalam peningkatan keimanan. Bagaimana bisa iman bertambah kokoh, jika tak ada acuan tantangan yang menopangnya? Mari berprasangka baik dengan segala ketetapan-Nya. Anggap saja untuk naik kelas kita butuh ujian sebagai penanda kemampuan.

Short story.
Aku menjumpai anak kecil yang tidak bisa berjalan karena sejak lahir Allah menakdirkannya untuk tidak memiliki kaki yang sempurna. Dulu berpapasan dengannya adalah nikmat syukurku, mengapa tidak? Melihatnya yang penuh senyum semangat selalu membuatku segera tersadar akan ujian atau tantangan yang kuhadapi yang rasanya tak ada apa-apanya dibanding ujiannya. Ia begitu hebat memberikan lukisan manis pada senyumnya, seolah tak ada masalah. Dulu, ku tak sempat bercengkerama dengannya, karena hanya sesaat keluar rumah anak itu dipanggil masuk rumah oleh orangtuanya. Alhamdulillah, tak kusangka saat ini Allah memberiku kesempatan untuk banyak berinteraksi dengan anak itu. Melihat dan sedikit mengetahui apa yang ada dibenaknya benar-benar mengajarkanku arti rasa syukur. Ia begitu bersemangat. 

Lalu, untuk kita yang sedang mendapatkan masalah, tantangan, atau ujian, bolehkah kita sedikit mengurangi berkeluh kesah dengan manusia? Mengapa? Karena setiap manusia memiliki problem. Boleh jadi, yang diam terlihat baik-baik saja justru punya masalah yang jauh lebih besar. Hanya saja ia tahu bercerita atau berkeluh kesah dengan sesama manusia tidak memberikan dampak yang begitu berarti. Bisa membuat orang lain turut sedih, atau malah senang dengan derita kita.

Ketahuilah sebaik-baik tempat berkeluh kesah adalah kepada Allah Subhanahu wata'ala. Kita manusia sama-sama lemah.:) Saling menasihati tentu boleh, tapi jangan larut. Karena batas kemampuan manusia sangat terbatas, tak ada daya upaya. Allah tetaplah sebaik-baik tempat curhat dan pengelola cerita hidup.

Lihatlah Nabi Ya’qub ‘alaihissalam ketika menghadapi kesedihan berupa kehilangan putranya, Yusuf, sehingga anak-anaknya yang lain mengiranya akan bertambah sakit dan sedih. Maka dengarlah jawaban Nabi Ya’qub yang perlu diteladani setiap muslim,

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُوْ بثّيْ وَ حُزْنِيْ إِلَى اللهِ

“Dia (Ya’qub) menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (QS Yusuf: 86)

Benar saja. Jika seseorang menampakkan dan mengadukan kesedihan serta kesulitan kepada manusia, maka hal itu tidak meringankan kesedihan terdebut. Namun apabila seseorang mengadukan kesedihan itu kepada Allah, itu lah yang akan bermanfaat baginya.

Kesimpulannya:
Semua orang punya masalah/ujian, anggaplah ujian itu sebagai tantangan kenaikan kelas keimanan. Ingat, Allah memberikan ujian sesuai batas kemampuan hamba-Nya. Sebaik-baik tempat kembali adalah Allah. Ayo bermuhasabah diri!

Link Gambar
Link Ayat 

Komentar

Postingan Populer